Tak Melalui Prosedur, DPRA Kembalikan Dokumen Rancangan APBA 2021

“Prosedur penyerahan Rancangan APBA dilakukan dalam sidang paripurna. Sedangkan Rancangan APBA 2021 diserahkan tidak melalui paripurna, melainkan kepada Sekretariat DPRA,” kata Safaruddin, Rabu (2/9/2020)

Safaruddin menjelaskan, dalam peraturan maupun tata tertib DPRA diatur bahwa penyerahan dokumen Rancangan APBA harus diserahkan dalam sidang paripurna.

“Jadi, karena penyerahannya tidak sesuai, maka dokumen Rancangan APBA 2021 sudah kami kembalikan,” kata Safaruddin.

Selain itu, politisi Partai Gerindra ini mengatakan pengembalian dokumen Rancangan APBA 2021 juga dikarenakan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) belum dibahas dan disepakati DPRA bersama Pemerintah Aceh.

“KUA-PPAS yang diserahkan beberapa waktu lalu hingga kini belum dibahas dan disepakati. Tiba-tiba, Pemerintah Aceh malah menyerahkan Rancangan APBA 2021,” kata Safaruddin.

Safaruddin menegaskan, KUA-PPAS merupakan pedoman penyusunan Rancanagan APBA.

“Bagaimana mungkin pedomannya belum dibahas dan disepakati, langsung ada rancangan APBA. Dan ini juga menjadi alasan DPRA mengembalikan dokumen Rancangan APBA 2021. Kami berharap proses penganggaran harus mengikuti prosedur peraturan perundang-undangan, sehingga tidak yang dilanggar,” ungkap Safaruddin.

Terkait pembahasan KUA-PPAS, Safaruddin mengatakan hingga kini belum ada pembahasan antara Badan Anggaran DPRA dengan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA). Padahal, Badan Anggaran DPRA sudah menyusun jadwal pembahasannya.

“Kendala pembahasan karena TAPA tidak datang ketika diundang untuk membahasnya. Alasannya pandemi Covid-19. Padahal, DPRA menerapkan protokol kesehatan yang ketak dalam setiap rapat,” kata Safaruddin.

Sebelumnya, Pemerintah Aceh menyerahkan KUA PPAS 2021 yang akan dibahas dan disepakati menjadi pedoman penyusunan Rancangan APBA 2021 kepada DPRA.
Adapun komposisi KUA PPAS 2021 tersebut terdiri pendapatan sebesar Rp14 triliun dan belanja Rp14,8 triliun. Pendapatan dan belanja tersebut turun dibandingkan tahun anggaran 2020. Pendapatan tahun anggaran 2020 mencapai Rp15,457 triliun dan belanja Rp17,279 triliun.

Batalkan Pembahasan Raqan Pertanggungjawaban APBA 2019

Selain mengembalikan Rancangan APBA 2021, Safaruddin mengatakan DPRA juga telah membatalkan pembahasan Rancangan Qanun (Raqan) tentang pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2019.

Safaruddin mengatakan, pembatalan pembahasan rancangan qanun tersebut dikarenakan dua kali sidang paripurna tidak dihadiri Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh.

“Sidang paripurna pembahasan raqan pertanggungjawaban APBA 2019 seharusnya dihadiri langsung Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah. Namun, dua kali sidang paripurna, kehadiran Plt hanya diwakili,” kata Safaruddin.

Safaruddin mengatakan kehadiran Gubernur dalam sidang paripurna DPRA merupakan amanah tata tertib dewan dan aturan perundang-undangan.

Menurutnya, kehadiran Plt Gubernur Aceh dianggap penting untuk memberi penjelasan terhadap temuan-temuan DPRA dalam pelaksanaan APBA 2019.

“Jadi, karena dua kali sidang paripurna pembahasan raqan pertanggungjawaban APBA 2019 tidak dihadiri Plt Gubernur Aceh, maka anggota DPRA dalam sidang paripurna Selasa (1/9), memutuskan menghentikan dam membatalkan raqan tersebut,” kata Safaruddin.

Sikap DPRA selanjutnya, kata Safaruddin, akan melaporkan kepada Mendagri terkait batalnya pembahasan raqan pertanggungjawaban pelaksanaan APBA 2019. Laporan tersebut disampaikan karena Mendagri berkewenangan sebagai pembina pemerintah daerah.

“Selain itu, kami juga akan menyampaikan temuan-temuan dalam pelaksanaan APBA 2019 kepada masyarakat. Penyampaian ini dilakukan sebagai pertanggungjawaban kami kepada masyarakat,” kata Safaruddin.

Penggunaan Hak Interpelasi terhadap Plt Gubernur

Sementara itu terkait penggunaan hak interpelasi terhadap Plt Gubernur Aceh yang akan digunakan DPRA, Safaruddin mengatakan dirinya selaku pimpinan DPRA masih menunggu usulan resmi dari anggota DPRA untuk ditindaklanjuti nantinya.

“Yang perlu diketahui bahwa penggunaan hak interpelasi DPRA terhadap Plt gubernur ini untuk memintai keterangan dan mendengar jawaban langsung Plt gubernur terkait sejumlah persoalan yang belum terjawab selama ini, seperti persoalan penggunaan dana Covid-19 yang tidak transparan, persoalan proyek multiyears yang tetap dilanjutkan, pembangunan Gedung Onkologi RSUDZA, refocusing APBA, serta tidak adanya usulan APBA-P 2019 (perubahan). Seharusnya setiap adanya pergeseran anggaran maka harus diusulkan APBA-P,” ungkap Safaruddin.

“Jadi penggunaan hak interpelasi ini bukan karena DPRA tendensius, kecewa atau adanya kepentingan politik, tetapi untuk meluruskan sejumlah persoalan yang harus diketahui publik. Selama ini tidak ada jawaban atau penjelasan langsung dari Plt gubernur, makanya kami menggunakan hal tersebut yang diatur dalam konstitusi (interpelasi). Jadi saya kira wajar-wajar saja DPRA menggunakan hak interpelasi, karena banyak hak yang harus dipertanyakan” tegasnya.

Sementara itu ketika ditanyai soal rumoh bahwa penggunaan hak interpelasi DPRA berujung kepada pamakzulan, Safaruddin mengatakan pemakzulan hanya bisa dilakukan jika ada pelanggaran secara konstitusional yang dilanggar plt gubenur Aceh.

“Jika memang ditemukannya pelanggaran dan pemakzulan dapat dilakukan secara aturan perundang-undangan, ya itu memang ranah yang harus dilakukan. Kan kami harus memastikan, bahwa beliau (Nova Iriansyah) sebagai pejabat publik yang diberikan mandat sebagai pelaksana tugas gubernur wajib mempertanggungjawabkan secara moral, serta mempertanggungjawabkan hal-hal yang dilakukannya,” ujar Safaruddin.

“Jika ada aturan yang dikangkangi atau dilanggar yang pada akhirnya dia haus dimakzulkan, ya itu kan kehendak undang-undang yang memberikan ruang itu,” tutupnya. []