
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Prof Dwikorita Karnawati, mengungkap frekuensi kejadian gempa bumi setiap tahun di Indonesia terus semakin meningkat. Sejak tahun 2018 hingga sekarang aktivitas kegempaan meningkat hingga 11 ribu kali setiap tahunnya.
“Untuk menganalisis ini perlu kajian mendalam. Apakah ini tren pengulangan atau memang ada peningkatan sehingga perlu dievaluasi dengan dukungan data dengan kerja sama banyak pihak,” kata Dwikorita dalam webinar yang digelar Departemen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang bertajuk Sistem Pemantauan Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami, melalui keterangan tertulis yang dikirim Humas UGM, Jumat (17/7/2020).
Sedangkan bila melihat aktivitas gempa bumi sebelum tahun 2016 rata-rata kejadian 4.000-5.000 kali, lalu meningkat 7.000 kali setahun kemudian. Lalu pada 2018 meningkat menjadi rata-rata lebih dari 11 ribu kali.
“Jadi ada yang menyangka alat lebih teliti, sensornya, baru. Tidak sama sekali. Sampai tahun 2018, peralatan dan sensor usianya sudah 10 tahun, itu batas akhir usia harusnya. Jadi ini menunjukkan memang adanya lonjakan fenomena kegempaan di Indonesia,” jelas Dwikorita.
“Tahun 2019 tercatat masih di atas 11 ribu, dan di tahun 2020, trennya juga di atas 11 ribu,” lanjutnya.
“Keterbatasan selama ini memang kita tidak cukup memiliki data history gempa, hanya ada mulai tahun 1800-an, sekitaran 200 tahun yang lalu,” lanjutnya.Peningkatan aktivitas tektonik ini menurut Dwikorita bisa saja terpengaruh oleh perubahan iklim dan sebagainya. Namun begitu, lanjutnya, data yang dimiliki oleh BMKG menurutnya hanya pada kejadian kegempaan sampai pada 200 tahun silam. Namun, catatan soal kejadian tahun yang lebih lama tidak dimiliki.
Peningkatan aktivitas kejadian gempa di Tanah Air ini sudah ia laporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satu langkah yang dilakukan oleh BMKG adalah meminimalkan risiko bencana akibat gempa bumi dan bencana tsunami.